Aswaja Sebagai Basis Ideologi dan Paradigma PMII

A. Akidah
Sebagaimana ditetapkan dalam khitah 1926, aswaja merupakan cara berfikir, bersikap dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak PMII sehingga berbeda dengan kelompok islam lain, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang. Cara pandang, tafsir sejarah, yang darinya diperoleh mandat sejarah diturunkan dari nilai-nilai tersebut. Perspektif tersebut juga bukan sekadar memberikan basis nilai, namun juga paradigma dan strategi perubahan sejarah. Semuanya itu kemudian direfleksikan dalam berfikir dan bersikap serta bertindak.
Cara berfikir menurut PMII sebagai refleksi ahlussunnah wal jama’ah adalah cara berfikir dialektis yang memadukan antara dalil naqli (doktrin) dengan dalil aqli (rasio) dan dalil waqi’i (empiria). Maka, disini PMII menolak rasionalisme murni sebagaimana yang dikembangkan kelompok free thinker/pemikir liberal dan positivisme ortodoks seperti yang dikembangkan materialistis. Demikian juga PMII menolak pemahaman zahir dan kelompok skeptualis karena tidak memungkinkan memahami agama dan realitas sosial secara mendalam.
Cara Bersikap: PMII memandang dunia sebagai realitas yang plural, karena itu pluralitas diterima sebagai kenyataan. Namun, juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan pluralitas tersebut agar kehidupan menjadi harmoni, saling mengenal (litaa’rofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat dan toleran menjadi spirit utama dalam mengelola pluralitas tersebut. Dengan demikian, PMII juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau pluralitas budaya tersebut.
Cara Bertindak: Dalam bertindak, aswaja mengakui adanya kehendak Allah (takdir). Tetapi aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak, aswaja PMII tidak bersikap pasif fatalis dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai takdir Allah yang dalam teologi dikenal dengan istilah kasab (berjuang/berusaha). Namun demikian tidak bersifat antroposentris, bahwa manusia bebas berkehendak (seperti Qodariyah). Tindakan manusia tidak perlu dibatasi dengan ketat, karena dengan sendirinya akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan demikian, tindakan ala PMII bukan tindakan yang sekular, melainkan sebuah dinamika iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.

B. Ideologi
Dari kaedah tersebut dijabarkan dalam konsep ideologi PMII. Karena aswaja berangkat dari nalar dialektis antara teks-konteks-rasionalitas, dan brangkat dari historisitas perjalanan bangsa ini, maka gerakan ideologi PMII bersifat:
1. Nasionalistik (Kebangsaan)
Mengingat bangsa ini terdiri dari berbagai suku, adat, budaya, dan agama. Maka prinsip kebangsaan sangat tepat untuk mewadahi pluralitas yang terbentuk sejak zaman awal sejarah Nusantara. Selain itu, prinsip kebangsaan itu juga sangat penting untuk membentengi bangsa ini dari intervensi dan penjajahan bangsa lain, baik penjajahan secara politik, militer maupun kolonialisme imperialisme pengetahuan dan kebudayaan. Dengan adanya komitmen kebangsaan itu, kedaulatan rakyat, kedaulatan Negara, serta martabat bangsa bisa dipertahankan dan dijunjung tinggi.
2. Kerakyatan
Kebangsaan yang terbentuk secara budaya itu dengan sendirinya dibentuk secara bersama oleh keseluruhan warga bangsa (rakyat), maka nasionalisme berwatak antropologis, bukan politis an sich, karena itu seluruh gerak bangsa ini baik bersifat politik, ekonomi, kultural harus diorientasikan pada kepentingan rakyat, karena memang tumbuh dari rakyat. Maka nasionalisme borjuis sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa karena cenderung pragmatis dan berwatak kolaborator terhadap kekuatan kolonila. Sementara nasionalisme populis menolak segala bentuk kolaborasi dengan kekuatan imperialis sebab hanya akan merusak keutuhan dan meruntuhakan martabat bangsa.
3. Pluralis
Terbentuknya kekuatan nasional baik secara politik maupun kebudayaan sering berbenturan denga realitas lokal yang plural. Maka nasionalisme tidak boleh dibiarkan melebur cora-corak lokal, akan tetapi harus terus menjaga keanekaragaman budaya baik yang diekspresikan oleh etsi, agama atau tradisi lain. Disini kebangsaan harus aktif menjaga pluralitas dan bertindak tegas terhadap setiap pengancam pluralitas bangsa baik yang dibawa oleh globalisme maupun oleh agama-agama universal.
C. Prinsip
Setiap pergerakan disamping mempunyai akidah dan ideologi, harus juga menegakkan prinsip-prinsip agar gerakan tersebut dijalankan dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Adapun prinsip geraka PMII adalah:
1. Ukhuwah
Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kolektifitas, karena itu perlu diikat denga ukhuwah atau solidaritas yang kuat (al urwatul wutsqo) sebagai perekat gerakan tersebut. Adapun ukhuwah gerakan PMII adalah meliputi:
a. Ukhuwah PMII-ah
Sebagai gerakan yang berbasis PMII tentu ukhuwah PMII-ah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk fanatisme kelompok, sebaliknya, sebagai pengokoh ukhuwah yang lain sebab hanya kaum PMII yang mempunyai sistem pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat penuh toleransi serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi adat, kepercayaan, dan agama yang ada.
Karena itu, kader PMII yang mengabaikan ukhuwah PMII dengan dalih mengutamakan ukhuwah yang lebih luas, yakni ukhuwah islamiyah, wathoniyah, atau bashariyah, apalagi hanya demi kepentingan politik personal atau geng, adalah sebuah penyimpangan. Bahkan dalam kader tertentu bisa disebut sebagai pengkhianatan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dimanipulasi untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah PMII-ah berperan sebagai penggodokan dan pemotongan ukhuwah yang ukhuwah yang lain karena ukhuwah bukanlah reaksi spontan melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.
b. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah berspektrum lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi denga kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut, ukhuwah islamiyah sering dimanipulasi oleh kelompok tertentu untuk mendominasi yang lain, sehingga menjadi ukhuwah kusir kuda, yang satu menjadi tuan besar, yang lain diperlakukan sebagai kuda tunggangan.
Ukhuwah islamiyah semacam itu harus ditolak, harus mengembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil. Dan itupun dijalankan untuk kesejahteraan umat islam serta tidak diarahkan untuk mengganggu ketentraman agama atau pihak yang lain. PMII sebagai islam toleran berkewajiban mengawal agar ukhuwah islamiyah terus terjaga. Dengan demikian, ukhuwah yang lain juga bisa dikembangkan.
Dengan ukhuwah islamiyah yang jujur dan adil, umat islam seluruh indonesia dan dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela diri dari gangguan kelompok lain yang membahayakan eksistensi iman budaya dan masyarakat islam secara keseluruhan.
c. Ukhuwah Wathaniyah
Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka PMII berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah (solidaritas nasional). Dalam kenyataannya, bangsa ini tidak hanya multi ras, multi agama dan multi budaya, tetapi juga multi ideologi.
Bagi PMII yang lahir dari akar budaya bangsa ini tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab PMII adalah bentuk dari islam Indonesia (islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia). Karena itu PMII berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathoniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathoniyah ini, eksistensi PMII, umat islam dan agama lain terjaga.dan bila seluruh elemen bangsa ini solid, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan serangan dari bangsa lain yang gigih menjajah bangsa ini. Dalam kepentingan itulah PMII selalu gigih menegakkan ukhuwah wathoniyah sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Nusantara.
d. Ukhuwah Basyariyah
Walaupun PMII memegang teguh prinsip Ukhuwah Nahdliyyah, Islamiyah, dan Wathoniyah, tetapi PMII tidak berpandangan, berukhuwah sempit, melainkan tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan universal, menolak eksploitasi dan penjajahan satu bangsa dengan bangsa lain karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan.
Menggugat kenyataan ini, maka penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan penghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana kolonialis merupakan tindakan moral yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat manusia.
Ukhuwah Basyariyah memandang menusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh sekat agama, rasatau ideologi. Semuanya ada dalam satu persaudaraan universal. Persaudaraan ini bersifat pasif tetapi selalu aktif membuat inisiatif dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang jauh dari penjajahan, yang lebih relevan bagi kondisi manusia kontemporer.
2. Amanah
Dalam kehidupan yang serba materialis, sikap amanah mendapat tantangan besar. Namun demikian perlu terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran baik pada diri sendiri maupun pihak lain.
Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah. Karena itu, pelakunya haeus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai roh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan, dan ditradisikan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang dalam PMII untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada PMII, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di PMII bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh, dan jabatan. Tetapi memiliki tugas berat dan mulia.
Dengan semangat pengabdian itu mereka akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan PMII. Tanpa semangat pengabdian, PMII hanya akan dijadikannya tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memperoleh jabatan di pemerintahan. Selama ini PMII terbengkalai karena hilangnya rasa pengabdian bagi para pengurusnya sehingga tidak aktif di kantor, tidak terinisiatif menggerakkan kader organisasi, dan tidak melakukan terobosan pemikiran atau langkah terobosan yang konkrit seperti penataan organisasi serta memanage pola kerja.
Maka spirit pengabdian itu yang harus diamalkan dalam gerakan agar PMII berkembang lebih dinamis dengan banyaknya sukarelawan yang siap mengembangkan organisasi.
4. Asketik
Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud). Karena pada dasarnya, sikap materialistik (hubbud dunya) akan menggerogoti sekap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian karena dipenuhi pamrih duniawi, maka sikap zuhud merupakan suatu keharusan bagi aktifis pergerakan PMII. Sikap ini bukan berarti anti duniawi, anti kemajuan, tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus shalihin. Dengan sikap asketik itu, integrasi kader pergerakan PMII akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Prinsip kelima ini perlu ditegaskan kembali mengingat dewasa ini banyak lembaga yang disponsori kaum kapitalis-imperialis asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana untuk tujuannya, bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan PMII, melalui intervensi, pemaksaan ide dan agenda mereka.
Karena itu, untuk menjaga kemandirian, maka gerakan PMII menolak untuk berkolaborasi dengan kekuatan kapitalis-imperialis baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader PMII berkewajiban membangun paradigma keilmuan sendiri, sistem politik, dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa.
6. Komitmen pada Korp
Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerkkan roda pergerakan, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp pergerakan. Karena itu, seluruh korp harus secara bulat menerima akidah ideologi dan seluruh prinsip pergerakan.
Demikian juga pimpinan tidak hanya cukup menerima ideologi, akidah serta prinsip pergerakan. Akan tetapi, harus menjadi pelopor teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut. Segala kebijakan pimpinan haruslah merupakan representasi organisasi. Dengan demikian seluruh korp harus tunduk dan setia pada pimpinan.
Dalam menggerakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada korp. Demikian juga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik
Untuk menjaga mekanisme pergerakan serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya mekanisme organisasi untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandegan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan mekanisme kontrol dalam bentuk kritik otokritik organisasi. Kritik otokritik ini bukan dilansari semangat permusuhan, akan tetapi dilandasi oleh semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi lancarnya roda pergerakan.
D. Strategi
1. Pribumisasi (agama, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, budaya ) tata nilai
2. Konservasi (budaya-alam/culture-nature)
3. Nasionalisasi (sistem politik, sistem ekonomi, budaya) kelembagaan

E. Langkah
1. Penyadaran (posisi PMII, situasi Nasional, politik global).
2. Sosialisasi
3. Pembentukan jaringan (santri, siswa, mahasiswa, pemuda, ulama, birokrasi, profesional, pengusaha, tentara)
4. Kampanye
5. Gerakan (sosial, budaya, politik, ekonomi)

F. Tahapan
1. PMIi sebagai organisasi kader dan gerakan sosial mahasiswa (multirealitas-multikomunitas-multistrategi)
2. Pasca-PMII (ruang spasial pasca mahasiswa )- multi-strategi.

Tinggalkan komentar